Harun Yahya dan Metamorfosis Keislaman Saya
Harun Yahya, nama pena yang sangat familiar di kalangan aktivis Islam ini mendadak kembali tenar beberapa waktu belakangan. Nama yang disandang oleh seorang Turki bernama asli Adnan Oktar ini kembali santer terdengar setelah sang pemilik nama divonis hukuman lebih dari seribu tahun penjara atas tuduhan pelecehan seksual.
Sayangnya, setelah bertahun-tahun jarang mendengar kembali,
berita terbaru yang saya dengar tentang Adnan Oktar ini sama sekali bukan
berita yang baik. Sangat mengejutkan, mengingat nama Harun Yahya identik dengan
tulisan-tulisan dan video-video relijius yang menghubungkan fenomena alam
dengan ayat-ayat dari Al-Qur’an, terlebih untuk menentang teori evolusi yang
menurut Oktar adalah dalang dari segala kerusakan di bumi.
Tuduhan pelecehan seksual terhadap beliau mungkin menjadi
hal yang sangat kontras dengan citra diri yang seringkali beliau tampilkan
Ingatan saya mendadak melayang di tahun-tahun awal di abad
ke-21, awal dekade 2000-an.
***
Tumbuh besar di lingkungan yang sangat relijius dengan
banyak anggota keluarga yang menjadi aktifis Islam, nama Harun Yahya tentu
menjadi nama yang sangat familiar, bahkan ketika nama tersebut belum
begitu mainstream di benak masyarakat Indonesia. Terlebih
lagi, karena sejak kecil saya sangat menyukai video-video tentang kehidupan
alam liar, tentu VCD-VCD Harun Yahya yang berbicara tentang wildlife menjadi
tontonan favorit.
Bagi saya waktu itu, Harun Yahya menjadi salah satu
tokoh panutan yang berhasil memadukan antara dalil-dalil
tekstual agama (naqli) dengan dalil-dalil yang dapat dicerna akal
pikiran (aqli). Penjelasan-penjelasan Harun Yahya yang membantah teori
evolusi, bagi benak saya waktu itu, terdengar sangat kokoh dan meyakinkan.
Walhasil, bisa dibilang saya menjadi fans berat beliau
sejak tahun-tahun akhir saya Sekolah Dasar hingga lulus SMA. Dengan berbekal
argumen-argumen dari video dan tulisan Harun Yahya, saya sangat menentang yang
namanya teori evolusi.
Termasuk yang kemudian saya dalami dari tulisan dan video
Harun Yahya adalah tentang teori konspirasi, hal yang cukup sering jadi
pembicaraan para aktifis Islam di tiap halaqah pertemuan,
tentang simbol-simbol gerakan rahasia, bagaimana mereka berusaha menguasai
dunia, dll. Beliau cukup sering berbicara tentang bahaya Freemasonry dan
kaitannya dengan krisis kemanusiaan yang terjadi saat ini.
Tapi, saya bersyukur kepada Allah yang telah memperjalankan akal
pikiran saya sehingga pemahaman saya tidak stuck berhenti di
satu stase dan fase saja.
***
Ketika mulai mengenyam bangku kuliah, di sini pikiran
kritis saya mulai terasah pelan-pelan. Di sini saya mulai belajar bahwa
kepakaran alias expertise ini diperlukan untuk berbicara
tentang hal-hal yang sifatnya lanjutan, bukan dasar.
Ibaratnya, kalo ingin berbicara panjang lebar tentang
hal-hal rumit di bidang biologi seperti Harun Yahya ini ya harus punya keahlian
atau minimal latar belakang pendidikan di bidang biologi tingkat lanjut.
Sayangnya, belakangan saya tahu kalo sebenernya Harun Yahya tidak memiliki
latar belakang pendidikan di bidang Biologi, maupun publikasi ilmiah di bidang
tersebut. Pendidikan beliau adalah di bidang desain interior dan filsafat.
Di sini, saya mulai mempertanyakan pemikiran-pemikiran
Harun Yahya. Apakah yang dikatakannya memang ilmiah?
Tapi, yang membuat saya lebih terkejut adalah ketika
melihat video-video Harun Yahya yang berdansa-dansi dengan wanita-wanita
menor dan seksi. Apapun latar belakang dan konteks video-video tersebut,
nampaknya memang ini bukan hal yang bisa dibenarkan secara agama.
Seolah belum cukup, Harun Yahya kembali membuat langkah
kontroversial dengan mengaku secara terbuka bahwa dirinya menjadi Pemimpin
Tertinggi Freemason tingkat ke-33. Apa yang terjadi dengan
pemikiran-pemikiran sebelumnya di mana dia menyalahkan Freemason yang
menurutnya bertanggung jawab terhadap seluruh kekacauan di dunia?
Sampai sini, saya pikir, cukup sudah. Sepertinya memang
orang ini memang bukan orang yang bisa diambil, bahkan sekadar dipercayai
keilmuannya.
***
Mungkin Allah membuat saya kecewa kepada sosok Harun Yahya
agar keberagamaan saya tidak tergantung pada satu sosok manusia salah dan
lemah, melainkan hanya bergantung pada Allah. Tapi dari situ juga saya belajar
bahwa keberagamaan bukan sesuatu yang saklek. Keberagamaan adalah sesuatu yang
senantiasa berkembang dan bermetamorfosis seiring bertambahnya usia, ilmu, dan
pengalaman.
Melalui interaksi dengan karya-karya Harun Yahya, saya
mulai tertarik belajar menganai paradigma sains dan Islam. Mungkin tidak dengan
cara memaksakan penafsiran Qur’an dengan fenomena sains seperti yang marak
dilakukan penceramah di tahun 90-an dan awal dekade 2000-an. Interaksi semacam
ini menurut saya tidak tepat dan berbahaya baik bagi agama maupun bagi sains.
(Belakangan, menurut ustaz Syamsuddin Arif dari INSISTS
ketika mengisi kuliah yang diadakan Masjid Raya Unpad sekitar tahun 2016, apa
yang dilakukan Harun Yahya, Zakir Naik, dan penceramah lain yang suka
mencocok-cocokkan ayat Qur’an dengan fenomena sains adalah Saintifikasi
Islam, bukan Islamisasi Sains.)
Melalui kekecewaan terhadap Harun Yahya pula, saya belajar
untuk kritis dalam menerima setiap wacana yang ditempeli embel-embel agama.
Tidak semua broadcast WhatsApp, posting Facebook, caption Instagram tentang
suatu fenomena yang ditempeli dalil agama otomatis bisa ditelan bulat-bulat.
Masih tetap harus dikonsultasikan kepada ahlinya, baik para ahli agama maupun
ahli dalam bidang yang bersangkutan dengan informasi yang disebarkan.
(Contoh yang sedang cukup sering muncul adalah klaim-klaim
berkaitan dengan pengobatan Covid-19 yang ditempeli embel-embel ayat atau
hadits. Hal ini cukup bayak tersebar di media sosial, kadang mencatut nama
tokoh-tokoh ulama.)
Pada akhirnya, salah satu pelajaran terpenting dari Harun
Yahya dan skandalnya adalah bahwa kita semua manusia. Kita bukan malaikat yang
tidak pernah berbuat kesalahan, bukan pula setan yang sepanjang hidupnya hanya
berbuat dosa. Kita tak lebih dari makhluk mortal yang adakalanya berbuat
kebaikan, adakalanya tergelincir dalam kemaksiatan.
Begitulah saya menyikapi Harun Yahya. Meskipun saat ini
beliau terjerat kasus dan kontroversi, tapi tidak bisa saya pungkiri bahwa
karya-karya dan pemikiran beliau cukup punya peran krusial dalam pembentukan keberislaman
saya. Bahkan ketika saya tak lagi tertarik dengan pemikiran beliau pun ada
banyak pelajaran yang dapat saya ambil.
Saya berdoa semoga Allah mengampuni kesalahan-kesalahan
beliau dan membalas kebaikannya. []

Comments
Post a Comment